Beberapa tahun ini saya sedang menggumuli sebuah pertanyaan, apa arti sebuah ibadah dalam konteks gerejawi? apakah ibadah hanya sekadar digambarkan seperti memberi sebuah pujian kepada Tuhan, memberikan yang terbaik, yang harum, yang sejati di hadapan tahta Allah? Apakah benar saya telah memberikan yang terbaik, yang harum, yang sejati di hadapan Allah? Rasanya saya ingin meneteskan airmata pertanda sampai hari ini saya belum dapat memberikan yang paling terbaik, yang paling harum, yang paling sejati di hadapan Allah. selama ini saya hanya bisa memberikan apa yang ada pada saya, memberikan “rempah-rempah pelayanan” yang bukan kualitas surgawi, bukan juga memberikan pelayanan yang paling “sejati” seperti kesejatian Tuhan. Jika demikian, mengapa Tuhan masih mempercayakan saya untuk melayani Tuhan? beribadah di hadapan Tuhan?
7 Comments
Apakah yang dibutuhkan manusia di dalam dunia ini? makan untuk hidup? atau hidup untuk makan? Di dalam Matius 4:4, Tuhan Yesus mengatakan bahwa “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Matius4:4). Hidup bukan butuh roti saja tetapi butuh firman Allah yang hidup dan menghidupkan itu. Hanya melalui Yesus, Firman Allah sejati yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah rela inkarnasi menjadi manusia demi menyelamatkan manusia yang berdosa melalui kematian di atas kayu salib dan kebangkitan-Nya pada hari ketiga. Manusia harus hidup di dalam firman Allah, tetapi manusia harus sadar keberdosaan dirinya di hadapan Allah dan hanya Allah dapat memberikan arti hidup yang sesungguhnya. celakanya, banyak orang menganggap dirinya orang benar sehingga hidup di dalam kesombongan alias dosa. Saya baru membaca sebuah artikel dari Fr. John Whiteford yang berjudul “Sola Scriptura: in the vanity of their minds” yang memberikan kritik terhadap “Sola Scriptura”, bahwa denominasi Protestan telah lari terlalu jauh dari tradisi gereja (katolik). Whiteford menganggap “Sola Scriptura” telah menyebabkan perpecahan gereja yang melahirkan beragam denominasi-denominasi yang kelihatannya sama-sama membaca Alkitab, tetapi berbeda di dalam aplikasi pribadi dan komunitas denominasi masing-masing. Whiteford mengatakan bahwa gereja semestinya melawan ajaran-ajaran bidat, tetapi justru gereja memproduksi denominasi-denominasi bidat. Konklusi dari whiteford adalah gereja kacau karena “Sola Scriptura”. bagaimana opini saudara mengenai hal ini? Suatu hari saya sedang duduk di McDonald Restaurant dekat Shin Kong Mitsukoshi Tower menikmati cheese burger “ uncle sam “, coca cola “ uncle sam “, chicken nugget “ uncle sam “ PLUS musik “ ABC “ dengan bintang iklan “ ABC “ serta souvenir meal “ hollywood “ dan icon “ superstar “. Semuanya membuat saya sangat menikmati “ standar “ fast food tipe uncle sam. I’m lovin it ! Di dalam kenikmatan saya menikmati meal tersebut, muncul kegundahan di dalam pikiran saya untuk merenungkan aksi glokalisasi maupun globalisasi dunia. Glokalisasi, sebuah penyesuaian produk global dengan karakter pasar ( lokal ). Tidak heran, McDonald dan Coca Cola Taiwan – Hongkong - China mengunakan Leehom Wang sebagai bintang iklan untuk mendekati pasar Taiwan – Hongkong – China. Sedangkan globalisasi, Menurut RP Boorong, jika kita melihat dari sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik yang melipatgandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi dan informasi dan disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi. Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat ketika semua orang di dunia sudah memakai sepatu Nike, makan McDonald, minum Coca-Cola. Detik-detik menjelang hari reformasi 2008 seharusnya membuat setiap kita kembali melakukan re-reading terhadap konsep theos maupun logos di dalam hati setiap kita. Mengapa “sola scriptura” begitu berharga? Mengapa semangat “back to the Bible” menjadi penting dalam sejarah? Beberapa tahun yang lalu, saya membaca sebuah artikel dari majalah dinding seminari bahwa ada gereja yang dijual bersama dengan tiga ratus jemaatnya kepada pembaca surat kabar tersebut. Saya kaget dengan iklan kecil tersebut. Jika gedung gereja dijual, saya mungkin dapat memahaminya meskipun tidak 100% setuju. Tetapi gedung dijual bersama dengan jemaatnya, ini bukan hal biasa bagi saya. Mengapa dapat terjadi demikian? Pertanyaan yang timbul dalam benak saya adalah apakah perorangan dapat menjadi pemilik gereja? Kalau dapat, berarti perorangan dapat mengkontrol gereja, pendeta, penginjil, jemaat? Jadi boss gereja donk? Bagaimana dengan posisi Tuhan? Setiap zaman akan melahirkan masalah dan aktornya tersendiri. Setiap jaman akan melahirkan semangatnya sendiri, dan akan melahirkan pahlawan-pahlawan tersendiri, yakni mereka yang akan menjadi kekuatan pelopor dalam memecahkan masalah zamannya. Di dalam hidup ada problematika yang terus membanjiri manusia dengan pertanyaan penuh teka-teki. Siapakah mereka yang dapat memecahkan masalah jaman ini? Hanya orang yang punya semangat pelopor rela berdialektika dengan zamannya dan keluar dari krisis. Pertanyaan yang muncul adalah apakah itu cukup?. Pada mulanya Allah berfirman “ jadilah terang maka terang itu jadi “. Itulah Theology yang menyatakan konsep Theos ( God ) dan Logos ( Truth ) sebagai satu-satunya source of all creation, all definition, all application maka ciptaan Tuhan pasti memancarkan definisi Tuhan dan aplikasi Tuhan. Demikian juga dengan manusia. Problem terbesar muncul pada diri manusia disaat manusia jatuh ke dalam dosa ( fallen into sin ), sehingga manusia mengalami kerusakan total dalam membaca definisi Tuhan dan aplikasi Tuhan atas seluruh ciptaan-Nya termasuk dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia membutuhkan “ SPECIAL REVELATION “ tuk membaca fenomena ciptaan Allah termasuk manusia. Perjalanan dari Guangzhou-Hongkong-Taipei Dua hari yang lalu, Dunia fashion kehilangan seorang tokoh designer legendaris yang penuh inovasi di dalam mengikuti “ the evolution of women – ( fashion vocabulary ) “. Tidak heran jika South China Morning Post memberikan judul besar di kolom International halaman A9 “ YSL : The High Priest of High Fashion “. Julukan sakral itu diberikan oleh pengagum karya YSL dikarenakan dia menjadi orang pertama yang mmembawa perempuan tuk pakai celana,pakai tuxedo, baju maskulin, African style yang memberikan new inspiration kepada designer-designer lainnya. Mengagumkan. YSL lahir di Oran, Algeria – August 1, 1936 ( dahulu termasuk French territory ). Seorang pemalu, lonely child, homosexuality yang mati karena tumor otak. Hari ini banyak orang kristen kehilangan “ kekakuan “ terhadap doktrin dan pengajaran karena mereka mengalami pergumulan “ problematic “ antara doktrin dengan realita kehidupan manusia dan dunia yang seakan-akan berkontradiksi alias saling bertentangan. Hans Kung di dalam bukunya “ Why I am still a Christian ? “ memberikan beberapa kesulitan mengenai idea of God : |